Kamis, 01 Mei 2008

Radikal Bebas dan Anti Oksidan

Radikal Bebas dan Anti Oksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mencegah proses oksidasi oleh radikal bebas

Radikan beas adalah suatu atom atau molekul yang bermuatan positif atau negate. Dimana sifat dari atom atau molekul yang bermuatan tadi sangat reaktif dan tidak stabil, karena akan berusaha menetralisir dirinya dengan cara menarik electron dari molekul atau atom yang ada di dekatnya., sehingga terjadi reaksi berantai.

Sifat dari radikal bebas tadi akan merusak sel-sel bahkan sampai ke inti sel yang bisa mengakibatkan terjadinya mutasi gen sehingga menyebabkan timbulnya kanker.

Antioksidan dapat berupa : vitamin, mineral atau enzim

Sumber Radikal Bebas

Metabolisme tubuh kita sendiri

Pencemaran udara

Bahan kimia dari makanan dan air

Alkohol

Rokok

Radiasi ultra violet

Obat-obatan

Stress

Kerusakan akibat radikal bebas

Penuaan yang cepat

Penyakit jantung

Sistem kekebalan tubuh menurun

Katarak

Rematik

Kanker

Kencing manis / Diabetes

PENERAPAN TEORI MADELEINE LEININGER

PENERAPAN TEORI
MADELEINE LEININGER
DALAM ASUHAN KEPERAWATAN



OLEH :

ASRI PSP : 051101044

DARMAWANSIH PANJAITAN : 051101010

DINA MARIANA : 051101051

ELY MASRIDAYANTI SRG : 051101057

EVA MARETA : 051101050

EVIRINA SIMANJUNTAK : 051101014

IDA BASA NAINGGOLAN : 051101053

IWAN MATSUM : 051101025

MAZENIL DANIVA : 051101020

ORIZA SATIVA : 051101034

RATIH SUFRA RIZKANI : 051101017

SARTIKA SITANGGANG : 051101043

SU’ADA MAIUDA BUGIS : 051101037

SAID JUANDA FADLI : 051101022


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2007


Teori Madeline Leininger

  1. Model Keperawatan

  • Pada tahun 1970-an dan awal 1980-an, Mendeline Leininger membuat model konseptual tentang pemberian asuhan transkultural. Konsepnya : “Sunrise Model” dipublikasikan diberbagai buku dan artikel jurnal dan menarik banyak perhatian dari berbagai penjuru dunia

  • Hal ini menghasilkan dikembangkannya konsep kerangka kerja pemberian asuhan transkultural, yang mengakui adanya perbedaaan (diversitas), dan persamaan (universalitas) dalam pemberian asuhan di budaya yang berbeda.


Konsep Inti Teori Madeline Leininger

  • Asuhan

  • Budaya

  • Asuhan Transkultural

  • Diversitas asuhan kultural

  • Universal Asuhan Kultural


Case Study

  • Nama : Mona Sinaga

  • Kerja : Bapelkes (Badan Pelatihan Kesehatan)

  • Nama Suami : JonathanSimanjuntak

  • Mereka tinggal dirumah orang tua laki-laki.

  • Ekonomi mapan ( lebih dari cukup )

  • Pendidikan : D IV bidan

  • Suku : Batak

  • Agama : Kristen

  • Melahirkan : Kamis, 22 Maret 2007

  • Tempat : Rumah sakit Vinaestetika : 2 hari.


  • Selama hamil, ibu Mona rajin berenang, suka makan buah dan rutin memeriksakan kehamilannya ke dokter kandungan.

  • Dan diprediksi melalui USG anaknya perempuan tetapi masih ada harapan yang besar bagi mereka, bahwa nantinya anak mereka lahir laki-laki. Hal ini disebabkan karena suaminya adalah anak tunggal dan diharapkan sebagai ahli waris nantinya.

  • Melahirkan dengan cara Caesar, karena panggulnya merata. Sebelumnya dokter bilang bahwa dia harus dioperasi, dia menolak karena dia ingin melahirkan anaknya secara normal. Dokterpun menurutinya, setelah beberapa jam ia mengedan kuat-kuat dan berteriak, tidak berhasil juga.

  • Akhirnya dia mau caesar, akan tetapi rasa cemas dan takut terus menghantuinya. Disamping rasa takut tersebut ada juga rasa malu karena bagian perutnya hitam-hitam padahal ia adalah seorang bidan.

  • Setelah operasi selesai, keluarganya datang, tapi mereka kurang puas karena mereka tidak dapat langsung menggendong sibayi dan suster/ perawatnya kurang memperhatikan bayinya. Lebih dikesalkannya siibu tidak bisa menyusui anaknya karena air susunya tidak bisa keluar.


Pengkajian

  1. Faktor Sosial dan Kekeluargaan

( social and kinship factor )

  • Nyonya Mona sinaga, usia 26 tahun, wanita, status menikah, kehamilan pertama, tinggal bersama orang mertua (orang tua suami), hubungan dengan orang tua/ mertua erat, penggambilan keputusan secara musyawarah.

  1. Faktor Agama dan Falsafah Hidup

  • Agama Kristen protestan, intensitas ibadah selama hamil meningkat. Ibu mona menginginkan anak pertamanya laki-laki karena merupakan penerus marga dalam keluarganya (suku batak) ditambah lagi karena suaminya adalah anak tunggal walaupun berdasarkan hasil USG diprediksi anak mereka perempuan.

  1. Faktor Teknologi

  • Selama hamil ibu mona rutin dalam memeriksakan kandungannya setiap bulan, selama kehamilan, klien pernah USG dan hasil dari USG diprediksikan ibu mona akan melahirkan bayi perempuan. Pada saat melahirkan, ibu mona dioperasi.

  1. Faktor Pendidikan

  • Pendidikan ibu mona adalah D IV bidan, dan suaminya adalah sarjana Ekonomi. Pekerjaan ibu mona dan suami adalah sebagai PNS. Pengetahuan ibu mona mengenai persalinan cukup luas karena profesi beliau adalah bidan.

  1. Faktor Ekonomi (Economical Factor)

  • Klien seorang PNS, biaya persalinan tidak jadi masalah (ditangguna bersama), jumlah anak yang ditanggung tidak ada, selama kehamilan klien dan suami telah mempersiapkan biaya untuk keperluan selama hamiln dan biaya persalinan dengan cara menabung.

  1. Faktor Nilai-nilai budaya dan gaya hidup

  • Dalam keluarga menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia,Ibu mona selalu membersihkan diri dan merawat kulitnya dengan lotion. Makan dengan porsi yang besar dan selama kehamilan ibu mona tidak membatasi diet makanannya. Beliau rajin berenang, rajin makan buah (memperhatikan gizi).

  1. Faktor Kebijakan dan Peraturan Rumah Sakit Vina Estetika

  • Waktu melahirkan ibu dibolehkan ditunggui oleh suami, tetapi tidak diizinkan bagi keluarga keruang operasi. Saat bayi sudah lahir, keluarga tidak langsung diizinkan mengendong bayi karena bayi dimasukan keruang bayi untuk mendapatkan perawatan.


Diagnosa Keperawatan

  • Ketidak patuhan klien terhadap prosedur pengobatan yakni proses persalinan. Klien menolak caesar dengan tegas karena klien yang berprofesi sebagai bidan merasa mampu menjalani persalinan secara normal.

  • Gangguan komunikasi verbal berdasarkan perbedaan kultur tidak ada.

  • Tidak ada rasa tabu/ malu dari klien ketika yang membantu persalinan dokter laki-laki.

  • Klien tidak percaya hasil USG, karena latar belakang kulturalnya sebagai suku batak yang sangat menginginkan anak laki-laki.

  • Respon klien yang dilatar belakangi budayanya yakni adanya rasa malu ketika perutnya dibuka.


Perencanaan dan Implementasi Keperawatan

  • Cultural Care Preserventation/ Maintenance


    • Memelihara komunikasi yang sedang terjalin dengan baik (tanpa ada masalah karena budaya) antara klien dengan perawat maupun klien dengan dokter atau klien dengan tenaga kesehatan lain.


  • Cultural Care Accomodation/ Negotiation

    • Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan klien, mencoba memahami kebudayaan klien sepanjang tidak memperburuk proses intra natal klien.

    • Keluarga klien diketahui ingin melihat bayi dengan segera setelah persalinan, maka perawat memberikan penjelasan kepada keluarga bahwa bayi yang lahir caesar membutuhkan perawatan terlebih dahulu sehingga tidak dapat langsung digendong oleh keluarga klien.

  • Cultural Care Repartening / Reconstruction

    • Memberikan informasi mengenai kondisi klien yang tidak dapat menjalani persalinan secara normal dan harus caesar.

    • Melibatkan keluarga untuk turut serta memberikan pengertian kepada klien bahwa bayi yang akan lahir dengan jenis kelamin laki-laki atau perempuan sama saja.


Evaluasi

  • Ketidakpuasan klien terhadap pelayanan dari rumah sakit tersebut, karena : klien tidak bisa bertemu langsung dengan bayinya, dan kurangnya pelayanan keperawatan bayi karena bayi kurang diperhatikan.

  • Perawat kurang memperhatikan kebutuhan klien seperti cuek, tidak peduli dengan klien.


Kesimpulan

  • Teori Leininger sangat diperlukan dan membantu dalam praktek keperawatan, serta mendukung dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

  • Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, perawat perlu memahami norma-norma, dan cara hidup budaya dari klien sehingga klien dapat mempertahankan kesejahteraannya, memperbaiki cara hidupnya atau kondisinya.

  • Pemberian informasi mengenai penyakit dan prosedur pengobatan kepada klien/ keluarga klien akan membantu kelancaran pengobatan.

  • dilihat dari kasus, dapat disimpulkan bahwa tim medis khususnya perawat yang ada di rumah sakit tersebut kurang dapat menerapkan konsep teori Leininger dalam pemberian asuhan keperawatan.


Saran

  • Hendaknya ada pemberian informasi yang jelas dari perawat kepada klien, sehingga tidak ada suatu penolakan dari klien dalam pengobatannya.

  • Walaupun klien termasuk orang yang berpendidikan dalam medis, hendaknya klien menerima anjuran yang diberikan dokter yang menanganinya.

  • Seharusnya perawat lebih memperhatikan kebutuhan klien.


Penyakit Jantung Koroner

JANTUNG

Letak Jantung


Jantung terletak di tengah dada agak ke kiri, besarnya sekepalan tangan. Jantung bekerja memompa darah secara terus menerus dari mulai lahir hingga meninggal. Jantung kiri memompa darah ke seluruh tubuh. Sedangkan jantung kanan memompa darah ke paru-paru untuk dibersihkan.

Klasifikasi Penyakit Jantung

  1. Penyakit jantung bawaan, biasanya diderita bayi yang lahir dengan kelainan jantung

  2. Penyakit jantung rematik, umumnya diderita oleh anak 8 hingga 12 tahun, diakibatkan terganggunya kelep jantung

  3. Penyakit jantung koroner, sering menimpa orang pada usia 40 sampai 65 tahun. Jenis penyakit jantung ini paling sering terjadi

  4. Penyakit otot jantung yang tidak diketahui sebabnya atau cordiomyopathy
    Penyakit jantung yang lain, karena hipertensi, anemi, thyroid serta beri-beri

Simtom Penyakit Jantung

  • Lekas lelah

  • Sesak nafas

  • Sakit dada, terutama kalau melakukan aktivitas

  • Batuk

  • Bengkak

  • Sinkope

  • nafas pendek waktu melakukan aktivitas

Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Penyakit jantung ini dipicu oleh pembuluh darah atau arteri koronaria menyempit dan mengeras. Arteri ini berfungsi memberi suplai darah ke otot jantung. Penyebab peyempitan dan pengerasan adalah terbentuknya plak atherosklerotik. Akibatnya, pembuluh darah menyempit dan aliran darah berkurang.

Bila penyempitan terjadi, aliran darah menjadi tidak lancar, jantung tidak memperoleh asupan darah yang cukup. Akibatnya, timbul sakit dada atau angina. Sedangkan pada kasus serangan jantung, penyempitan terjadi secara total
PJK merupakan penyakit jantung yang paling sering ditemukan dan menjadi penyebab utama kematian, baik untuk pria maupun wanita

Gejala Sakit Dada Yang Harus Di Waspadai

  • Jika dada terasa ditekan, diperas atau terasa panas selama lebih dari 20 menit

  • Nyeri dada umumnya terjadi ketika beraktivitas. Namun jika sakit itu terjadi saat tidur,dapat diindikasikan PJK yang anda derita sudah berat

  • Lokasi nyeri di dada tengah, seringkali menjalar ke lengan kiri sampai ke leher

  • Nyeri seperti ditekan atau berat disertai rasa panas

  • Nyeri berlangsung beberapa menit dan berkurang bila distirahatkan

Hal-Hal Yang Perlu Di Hindari

  • Makan terlalu kenyang akan menjadi beban bagi jantung yang sakit

  • Hawa dingin juga membabani jantung yang sakit. Penderita penyakit jantung hendaknya menghindari berjalan-jalan saat udara dingin

  • Membawa beban berat juga akan menambah beban jantung

  • Perokok

Faktor Resiko

  • Faktor keturunan

  • Jenis kelamin

  • Umur

  • Tekanan darah tinggi

  • Kolesterol

  • Merokok

  • Diabetes

  • Kegemukan

  • Kurang olahraga

  • Stress

  • Kepribadian tipe A, ciri-cirinya : jengkel bila harus mengantri, secara terus menerus mengerjakan beberapa proyek pada saat yang bersamaan atau multi tasking serta secara emosional tidak stabil (volatile)

Faktor resiko dapat diminimalisir, kecuali umur, sejarah keluarga serta jenis kelamin.

Diagnosa

  • Keluhan pasien dan riwayat penyakit

  • Pemeriksaan badan

  • ECG

  • Thorax foto

  • Treadmill exercise test

  • Laboratorium

  • Angiogram

Pemeriksaan laboratorium

  • Lemak darah:

    • Kolesterol, HDL, LDL, triglyceride

    • Gula darah

    • HS CRP

    • Troponin, CPK, MB-CK (pada waktu serangan)

    • Lp (a), homocystein

Pengobatan

  • Obat-obatan: aspirin, nitrat (cedocard vacardin, ismo), Betabloker (seluken, tenormin,dilbloc, concord),

  • Calciumantagonist (herbesser, isoptin)

  • Pengobatan pada faktor resiko: hypertensi, diabetes, dislipemia

  • Angioplasty

  • Operasi bypass

Pencegahan

  • Jangan merokok

  • Obati darah tinggi

  • Kolesterol tidak boleh tinggi, caranya kurangi makanan berlemak

  • Diabetes, harus diobati maksimal

  • Olahraga teratur

  • Jaga berat badan ideal, jangan terlalu gemuk

Hal Yang Harus Dilakukan jika mendapat serangan jantung

  • Istirahat setengah duduk

  • Oksigen

  • Pemberian obat golongan nitarse diberikan dibawah lidah

  • Aspirin 160 mg

  • Secepatnya pergi ke RS, terutama RS berfasilitas intensive coronary care unit dan ruang kateterisasi dengan staf berpengalaman

  • Bila kurang dari 3-6 jam dapat diberi obat thrombolysis, peniupan dengan balon atau dipasang stent

Tingat Penyembuhan

  • Secara umum, dapat disembuhkan 100%

  • Pengobatan dan operasi dapat membuat pasien hidup nyaman

  • Cepat berobat


Hubungan Antara Food Supplement dan Penyakit

Hubungan Antara Food Supplement dan Penyakit

Apa manfaat dan bagaimana cara kerja food supplement membantu mengatasi penyakit adalah pertanyaan yang sering muncul, mengingat selama ini hanya obat yang diangggap dapat menyembuhkan.

Penyakit yang dirasakan oleh seseorang itu biasanya sangat dipengaruhi oleh gaya hidup, status, nutrisi, pengaruh racun (toksin) lingkungan, dan kerusakan atau kerentanan yang sudah ada sebelumnya sebagai kelainan genetic. Misalnya, pada awal musim hujan banyak orang mengalami flu. Sebaliknya, mengapa ada orang yang tidak kena? Salah satu alasan yang paling umum diberikan adalah perbedaan pada system imunnya. Seseorang dengan fungsi imun yang kuat dapat terhindar dari infeksi.

Tetapi jawaban yang lebih tepat adalah bahwa terjadinya gangguan keseimbangan yang diakibatkan berbagai gejala yang tumpang tindih. Banyak penyebab di balik terinfeksinya seseorang, antara lain, karena kelelahan, gizi tidak baik, stress dan factor lain yang berujung pada penurunan fungsi imunitas. Dengan mengetahui manfaat food supplement untuk membantu tercapainya keseimbangan itu kembali, akan membantu untuk menjawab pertanyaan di awal bagian ini.

Joseph Pizzorno, ND menjelaskan bahwa relative mudah menghilangkan penyakit simptomatik, tetapi selama ketidakseimbangan atau gangguan dasarnya masih ada, maka akan muncul sindroma-sindroma lain yang kemudian harus dihilangkan pula. Banyak penyakit memiliki penyebab ganda, sebagai contoh, enfeksi yang mudah dikenali gejala dan pemicunya (bakteri atau virus). Walaupun pemicunya sudah hilang, misalnya dengan antibiotika yang menjadi dasar dari system terapi infeksi pada umumnya, selama system imunitas tubuh belum diperbaiki, kemungkinan besar infeksi lain akan terjadi. Di samping itu, efek samping penggunaan antibiotika dapat merusak keseimbangan flora usus.

Pendekatan baru pengobatan holistic mengacu pada usaha memperbaiki sistem dasar penunjang kesehatan tubuh agar berfungsi secara efektif, agar dapat memastikan kesehatan yang baik. Dengan cara tersebut kita mencegah penyakit sebelum terjadi.

sumber : buku Seluk Beluk Food Supplement, Gramedia 2004


Reaksi Atropin dan Adrenalin

Reaksi Atropin dan Adrenalin


BAB : I

PENDAHULUAN


    1. Latar Belakang


Sistem syaraf simpatis meruopakan suatu pengaturan penting terhadap aktivitas organ-organ seperti jantung dan pembuluh darah perifer, terutam dalam responnya terhadap keadaan stres. Efek pokok dari perangsangan simpatis diperantarai o0leh pelepasan noreprinefrin dari ujung syaraf yang akan memacu adrenoseptor pada bagian pascasinaptik. Juga, dalam bereaksi terhadap stress, kelenjar adrenal akan melepas epinefrin dari ujung syaraf yang diedarkan dalam sirkulasi menuju jaringan sasaran.

Obat-obat yang meniru kerja epineprin dan nonepineprin ini disebut obat simpatomimetik yang diperkirakan akan memberi efek yang luas pada tubuh. Memahami farmakologi obat golongan ini merupakan pengembangan logis dari apa yang diketahui dalam aturan fisiologis ketekolamin.


    1. Tujuan


  • Memperlihatkan efek interaksi obat (efek kerja kombinasi obat-obatan0.

  • Mengetahui dan memahami mekanisme kerja atropine maupun adrenalin.

  • Mengetahui interaksi obat

  • Dapat memahami agonis dan antagonis serta membedakan keduanya

  • Mengetahui efek samping dari pada obat.


BAB : II

PEMBAHASAN


2.1. Pengertian

Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.

Efek interaksi obat dikenal 2 macam yaitu :

  1. Sinmergisme

  2. Antagonisme

Sinergisme dapat dibagi menjadi :

    1. Sinergisme Positif, yaitu obat bekerja sama dalam arti menguntungkan

    2. Sinergisme Negatif, yaitu Antagonisme kerja obat saling merugikan.

  1. Sinergisme positif, sering disebut sinergis saja; dalam pengertian ini termasuk :

    1. Addisi atau summasi

    2. Supra_Addisi

    3. Potensial

  2. Sinergisme negative atau antagonis

    1. Antagonis Kompetitif

    2. Antagonis Non Kompetitif

Obat dapat mengganggu penyerapan obat lain dalam usus, peredarannya dalam darah atau penyerapannya oleh sel. Antagonisme (pertentangan) berarti bahwa satu obat menghambat atau mengurangi dampak obat yang lain.

Bila dua obat bekerja sama terhadap satu sasaran untuk membuat tanggapan yang lebih besar daripada dampaknya masing-masing, cara kerja dua obat semacam ini disebut sinergi (1+1=lebih dari 2). Bila satu obat memperkuat dampak obat lain dengan cara meningkatkan tingkat obat yang lain tersebut dalam darah, hal ini disebut potensiasi (a+b=lebih banyak b daripada yang biasa). Ini adalah cara kerja ritonavir bila dicampur dengan saquinavir atau indinavir. Obat juga dapat berinteraksi di dalam tubuh waktu mereka diproses, atau dimetabolisme.

2.2. Atropin


2.2.1. Sumber dan Kimiawi


Atropin (hiosiamin) ditemukan dalam tumbuhan Atropa Belladonna, atau Tirai Malam Pembunuh, dan dalam Datura Stramonium, atau dikenal sebagai biji jimson ( biji Jamestown) atau apel berduri.

Atropine alam adalah l(-) hiosiamin, tetapi senyawanya sudah campuran (rasemik), sehingga material komersilnya adalah rasemik d, l-hiosiamin.

Anggota tersier kelas atropine sering dimanfaatkan efeknya untuk mata dan system syaraf pusat.


2.2.2. Absorbsi


Alkaloid alam dan kebanyakan obat-obat antimuskarinik tersier diserap dengan baik dari usus dan dapat menembus membrane konjuktiva.

Reabsobsinya diusus cepat dan lengkap, seperti alkaloida alamiah lainnya, begitu pula dari mukosa. Reabsorbsinya melalui kulit utuh dan mata tidak mudah.


2.2.3. Distribusi


Atropin dan senyawa tersier lainnya didistribusikan meluas kedalam tubuh setelah penyerapan kadar tertentu dalam susunan saraf pusat (SSP) dicapai dalam 30 menit sampai 1 jam, dan mungkin membatasi toleransi dosis bila obat digunakan untuk memperoleh efek perifernya. Didistribusikan keseluruh tubuh dengan baik.



2.2.4. Metabolisme dan Ekskresi


Atropin cepat menghilang dari darah setelah diberikan dengan massa paruh sekitar 2 jam kira-kira 60% dari dosis diekskresikan kedalam urine dalam bentuk utuh. Sisanya dalam urine kebanyakan sebahagian metabolit hidrolisa dan konjugasi. Efeknya pada fungsi parasimpatis pada semua organ cepat menghilang kecuali pada mata. Efek pada iris dan otot siliaris dapat bertahan sampai 72 jam atau lebih.

Spesies tertentu, terutama kelinci memiliki enzim khusus satropin esterase yang membuat proteksi lengkap terhadap efek toksik atropine dengan mempercepat metabolisme obat.

Ekskresinya melalui ginjal, yang separuhnya dalam keadaan utuh. Plasma t1/2 nya 2-4 jam.


2.2.5. Mekanisme Kerja


Atropine memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muskarinik secara reversible (tergantung jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropine dalam dosis kecil dapat diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam dosis besar. Hal ini menunjukan adanya kompetisi untuk memperebutkan tempat ikatan. Hasil ikatan pada reseptor muskarinik adalah mencegah aksi seperti pelepasan IP3 dan hambatan adenilil siklase yang di akibatkan oleh asetilkolin atau antagonis muskarinik lainnya.


2.2.6. Mekanisme Kombinasi Atropin + Adrenalin

Penambahan adrenalin pada atropine akan memperpanjang masa kerja obat serta meningkatkan penyebaran molekul yang masuk ke SSP.


2.2.7. Khasiat dan Penggunaan


Khasiatnya

Adapun khasiat daripada atropine antara lain :

  • Mengurangi sekresi kelenjar (liur, keringat, dahak)

  • Memperlebar pupil dan berkurangnya akomodasi

  • Meningkatkan frekuensi jantung dan mempercepat penerusan impuls di berkas His (bundle of his), yang disebabkan penekanan SSP.

  • Menurunkan tonus dan motilitas saluran lambung-usus dan produksi HCl.

  • Merelaksasi otot dari organ urogenital dengan efek dilatasi dari rahim dan kandung kemih

  • Merangsang SSP dan pada dosis tinggi menekan SSP (kecuali pada zat-zat ammonium kwatener).


Penggunaan

Adapun penggunaan daripada atropine yaitu :

  • Sebagai spasmolitikum (pereda kejang otot) dari saluran lambung-usus, saluran empedu, dan organ urogenital.

  • Tukak lambung/ usus, guna mengurangi motilitas dan sekresi HCL dilambung, khususnya pirenzepin.

  • Sebagai medriatikum, untuk melebarkan pupil dan melumpuhkan akomodasi. Jika efek terakhir tidak diingginkan, maka harus digunakan suatu adrenergikum, misalnya fenilefrin.

  • Sebagai sadativum, berdasarkan efek menekan SSP, terutama atropine dan skolamin, digunakan sebelum pembedahan. Bersamaan dengan anastetika umum. Antihistaminika dan fenotiazin juga digunakan untuk maksud ini.

  • Sebagai zat anti mabuk jalan guna mencegah mual dan muntah.

  • Pada hiperhidrosus, untuk menekan pengeluaran keringat berlebihan.

  • pada inkontinesi urin, atas dasar kerja spasmolitisnya pada kandung kemih, sehingga kapasitasnya diperbesar dan kontraksi spontan serta hasrat berkemih dikurangi.

2.2.8. Efek Pada Sistem Organ


  1. Susunan Saraf Pusat

Pada dosis lazim, atropine merupakan stimulant ringan terhadap SSP, terutama pada pusat parasimpatis medulla, dan efek sedative yang lama dan lambat pada otak.efek pemacu Vagal pusat seringkali cukup untuk menimbulkan bradikardia, yang kemudian nodus SA yang menjadi nyata. Atropine juga menimbulkan kegelisahan, agitasi, halusinasi, dan koma.

  1. Mata

Otot konstriktor pupil tergantung pada aktivitas kolinoseptor muskarinik. Aktivitas ini secara efektif dihambat oleh atropine topical dan obat antimuskarinik tersier serta hasilnya aktivitas dilator simpatis yang tidak berlawanan dan midriasis (pupil yang melebar) nampaknya disenangi oleh kosmetik selama Renaissance dan oleh karena ini obatnya disebut belladonna (bahasa italic, “wanita cantik”) yang digunakan sebagai obat tetes mata selama waktu itu.

Efek penting kedua pada mata dari obat antimuskarinik adalah kelumpuhan otot siliaris, atau sikloplegia. Akibat sigloplegia ini terjadi penurunan kemampuan untung mengakomodasi ; mata yang teratropinisasi penuh tidak dapat memfokus untuk melihat dekat.

Kedua efek midriasis dan sigloplegia berguna dalam pftalmologi. Namun efek ini juga cukup berbahaya karena pada pasien dengan sudut kamar depan yang sempit akan menimbulkan gejala glaucoma akut.

Efek ketiga dari obat antimuskarinik pada mata adalah mengurangi sekresi air mata. Kadang-kadang pasien akan merasa matanya kering atau mata “berpasir” bila diberikan obat anti muskarinik dalam dosis besar.

  1. Sistem Kardiovaskuler

Atrium sangat kaya dipersyarafi oleh serabut syaraf parasimpatis (n.vagus), dan oleh karena itu nodus SA peka terhadap hambatan reseptor muskarinik. Efek denyut jantung yang terisolasi, dipersarafi, dan secara spontan memukul jantung berupa hambatan perlambatan vagus yang jelas dan takikardia relative. Bila diberikan dosis terapi sedang sampai tinggi, maka efek takikardi nampaknya dapat menetap pada pasien tertentu. Namun, dalam dosis kecil justru memacu pusat parasimpatis dan sering menimbulkan gejala brakikardia awal sebelum efek hambatan terhadap vagus perifer menjadi jelas.

Dengan mekanisme yang sama juga mengatur fungsi nodus AV; pada keadaan tonus vagus yang meninggi, maka pemberian atropine dapat menurunkan interval PR dalam EKG dengan memblok reseptor muskarinik jantung.


  1. Sistem Pernafasan

Baik otot polos atau sel kelenjar sekresi pada saluran pernafasan dipersarafi oleh vagus dan mengandung reseptor muskarini. Bahkan pada individu normal, maka efek bronkodilatasi dan pengurangan sekresi setelah menelan atropine dapat diukur. Efek demikian lebih dramatic pada pasien saluran pernafasan terganggu, walaupun obat antimuskarinik ini tidak sebaik pemacu beta-adrenoseptor pada pengobatan asma.

  1. Saluran Cerna

Hambatan reseptor muskarinik menimbulkan efek dramatic terhadap motilitas dan beberapa fungsi sekresi pada saluran cerna. Seperti pada organ lainnya, pacuan muskarinik eksogen lebih efektif dihambat disbanding efek dari aktivitas saraf simpatis (vagal).

  1. Kelenjar Keringat

Termoregulasi keringat di tekan pula oleh atropine. Reseptor muskarinik pada kelenjarkeringat ekkrin dipersarafi oleh serabut kolinergik simpatetik dan dapat dipengaruhi oleh obat antimuskarinik. Hanya pada dosis tinggi efek antimuskarinik pada orang dewasa akan menimbulkan peninggian suhu tubuh. Sedangkan pada bayi dan anak-anak maka dalam dosis biasapun sudah menimbulkan demam atropine (atropine fever).


2.3. Adrenalin


2.3.1. Pengertian


Adrenalin (epinefrin) yang merupakan zat adrenergikini dengan efek alfa + beta adalah Bronkchodilata terkuat dengan kerja cepat tetapi singkat yang digunakan untuk serangan asma yang hebat. Seringkali senyawa ini dikombinasikan dengan tranguillizer peroral guna melawan r4asa takut dan cemas yang menyertai serangan. Secara oral, adrenalin tidak aktif.

Adrenalin adalah sebuah hormon yang memicu reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh kita. Tidak hanya gerak, hormon ini pun memicu reaksi terhadap efek lingkungan seperti suara derau tinggi atau cahaya yang terang. Reaksi yang kita sering rasakan adalah frekuensi detak jantung meningkat, keringat dingin dan keterkejutan.


2..3.2. Mekanisme Adrenalin


Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteriel dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek. Betabloker akan selalu juga menghambat frekuensi dan konduksi jantung pada dosis terapi dan morfin juga selalu akan mengurangi rasa sakit dan menghambat pernapasan dalam dosis lebih besar. Semua reaksi ini merupakan dose-dependent reactions yang nyata. Dengan demikian banyak obat lain bisa kita golongkan kedalamnya seperti kontaseptif oral, insulin, dsb. Obat sejenis ini termasuk daftar Obat Esensial.


2.3.3. Mekanisme Kombinasi Adrenalin + adrenalin


Penambahan adrenalin akan memperpanjang bwaktu paruh obat sehingga midriasis pada mata berlangsung lama.


2.3.4. Efek samping


Efek samping berupa efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala) dan terhadap jantung (palpasi,aritmia), terutama pada dosis lebih tinggi. Timbul hiperglikemia, karena efek anti diabetika oral diperlemah.

  1. Pembuluh darah

Tonus otot polos vascular diatur oleh adrenoreseptor; oleh karena itu, katelokamin menjadi penting dalam mengatur tahanan vaskuler perifer dan kapasitas vena.. pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus didominasi oleh reseptor alfa dan akan berkontraksi bila ada adrenalin.

  1. Jantung

Efek langsung pada jantung ditentukan terutama oleh reseptor beta. Reseptor beta meningkatkan kalsium kedalam sel otot jantung, dengan segala akibat perubahan listrik dan mekaniknya.


  1. Tekanan darah

Efek obat simpatomimetik terhadap tekanan darah dapat diuraikan berdasarkan efeknya terhadap jantung, tahanan vaskuler perifer, dan aliran balik vena.

  1. Mata

Otot dilator pupil radialis iris mengandung reseptor alfa; oleh karena itu aktivitas dengan obat seperti adrenalin akan menyebabkan meridiasis. Pacu alfa dan beta berefek penting pada tekanan dalam bola mata.


2.4. Percobaan

2.4.1. Alat dan Bahan

  • Kelinci/ rabbit : jantan/ betina yang berwarna putih

  • Larutan 1,5% Atropin

  • Larutan 0,5% adrenalin HCl

  • Pipet tetes

  • Pupilometer

  • Lampu senter

  • Kapas

  • Jam


2.4.2. Pelaksanaan


Sebelum percobaan dilakukan, maka diobservasi terlebih dahulu oculi dextra/ sinistra kelinci dan interval waktu tertentu tentang hal-hal :

  • Diameter pupil (dalam mm) jarak horizontal kedua pinggir paling lateral pupil

  • Besar bola mata : normal, exopthalmus, enaphalimus

  • Reflek ancaman (reflek kornea)

  • Reflek cahaya

  • Sekresi kelenjar air mata

  • Konsistensi bola mata

  • Kelainan gerakan bola mata

  • Kelainan palpebra

2.4.3. Pengamatan


Tetesi mata kanan kelinci dengan 3 tetes larutan atropine dan mata kiri dengan larutan adrenalin (dilakukan pada waktu yang bersamaan) perhatikan efeknya.

Sepuluh menit kemudian teteskan pada mata kanan 3 tetes larutan adrenalin dan mata kiri 3 tetes larutan adrenalin, perhatikan efeknya. Catatlah hasil pengamatan pada kertas lampiran dari hasil pengamatan dapat ditarik kesimpulan tentang efek kombinasi atropine dan adrenalin.


BAB : III

KESIMPULAN DAN SARAN


3.1. Kesimpulan

Efek interaksi obat dikenal 2 macam yaitu :

  1. Sinmergisme

  2. Antagonisme

Bila dua obat bekerja sama terhadap satu sasaran untuk membuat tanggapan yang lebih besar daripada dampaknya masing-masing, cara kerja dua obat semacam ini disebut sinergi (1+1=lebih dari 2). Bila satu obat memperkuat dampak obat lain dengan cara meningkatkan tingkat obat yang lain tersebut dalam darah, hal ini disebut potensiasi (a+b=lebih banyak b daripada yang biasa). Ini adalah cara kerja ritonavir bila dicampur dengan saquinavir atau indinavir. Obat juga dapat berinteraksi di dalam tubuh waktu mereka diproses, atau dimetabolisme.

Atropin (hiosiamin) ditemukan dalam tumbuhan Atropa Belladonna, atau Tirai Malam Pembunuh, dan dalam Datura Stramonium, atau dikenal sebagai biji jimson ( biji Jamestown) atau apel berduri.

Adrenalin adalah sebuah hormon yang memicu reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh kita. Tidak hanya gerak, hormon ini pun memicu reaksi terhadap efek lingkungan seperti suara derau tinggi atau cahaya yang terang. Reaksi yang kita sering rasakan adalah frekuensi detak jantung meningkat, keringat dingin dan keterkejutan.


3.2. Saran


  • Seorang perawat sebaiknya mengetahui interaksi obat serta mekanisme kerja dari pada obat tersebut.

  • Sebelum memberikan obat ada baiknya perawat menbgetahui dahulu interaksi obat

  • Perawat memahami interaksi obat apakah dapat berefek negative atau tidak


DAFTAR PUSTAKA


  • Betram G. Katzung. Farmakologi Dasar dan Klinik. 2004. EGC. Jakarta .

  • Jay, Than Hoon dan Kirana, Raharja. Obat-Obat Penting. 2002. Gramedia. Jakarta.

  • Buku Penuntun Praktikum Farmakolologi. Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.



COR PULMONALE

COR PULMONALE


Synonims:

Pulmonary heart disease, cardiopulmonary disease.


Definisi :

  1. Menurut WHO ( 1963 ), Definisi Cor Pulmonale adalah: Keadaan patologis dengan di temukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru. Tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan penyakit jantung konginetal ( bawaan ).

  2. Menurut Braunwahl ( 1980 ), Cor Pulmonale adalah: Keadaan patologis akibat hipertrofi/ dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal.

Penyebabnya antara lain: penyakit parenkim paru, kelainan vaskuler paru dan gangguan fungsi paru karena kelainan thoraks.Tidak termasuk kelainan vaskuler paru yang disebabkan kelaianan vebtrikel kiri, vitium cordis, penyakit jantung bawaan, penyakit jantung iskemik dan infark miokard akut.


Penyebab

Sebagian besar insidens Cor Pulmonale karena Penyakit Paru Obstruksi Menahun (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) sebagai akibat proses kronik dari Asma bronkial, Empisema paru.


Penyakit Paru Menahun yang menyebabkan Cor Pulmonale :

  1. Tuberkulosis

  2. Harasawa 10,7 %

  3. Moerdowo 47,3 %

  4. Bronkiektasis

  5. Adam 25,7 %

  6. Padmawati 20,6 %

  7. Bronkitis kronis

  8. Fisher 40,0 %

  9. Padmawati 64,7 %

  10. Emfisema paru

  11. Harasawa 82,1 %

  12. Moerdowo 90,2 %


Patogenesis terjadinya PPOM:

  1. Rangsangan Kimia

  2. Predisposisi Bawaan

  3. Faktor Infeksi

  4. Faktor Lingkungan dan Iklim

  5. Faktor Sosial-Ekonomi

  6. Kelainan Thoraks

  7. Kelainan Kontrol Pernafasan


Patofisiologi

Terjadinya penyakit ini diawali dengan kelainan struktural di paru, yakni kelainan di parenkim paru yang bersifat menahun kemudian berlanjut pada kelainan jantung. Perjalanan dari kelainan fungsi paru menuju kelainan fungsi jantung, secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut:

  1. Hipoventilasi alveoli

  2. Menyempitnya area aliran darah dalam paru ( vascular bed )

  3. Terjadinya shunt dalam paru

  4. Peningkatan tekanan arteri pulmonal

  5. Kelainan jantung kanan

  6. Kelainan karena hipoksemia relatif pada miocard


Gejala klinis

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, Cor Pulmonale dibagi menjadi 5 fase, yakni:

Fase: 1

Pada fase ini belum nampak gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya gejala awal penyakit paru obstruktif menahun (ppom), bronkitis kronis, tbc lama, bronkiektasis dan sejenisnya. Anamnesa pada pasien 50 tahunbiasanya didapatkan adanya kebiasaan banyak merokok.


Fase: 2

Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru. Gejalanya antara lain: batuk lama berdahak (terutama bronkiektasis), sesak napas / mengi, sesak napas

ketika berjalan menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih belum nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa: hipersonor, suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, ronchi basah dan kering, wheezing. Letak diafragma rendah dan denyut jantungm lebih redup. Pemeriksaan radiologi menunjukkan berkurangnya bronchovascular pattern, letak diafragma rendah dan mendatar, posisi jantung vertikal.


Fase: 3

Pada fase ini nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan pula berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, cepat lelah. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda emfisema yang lebih nyata.


Fase: 4

Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolens. Pada keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran.


Fase: 5

Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal meningkat.

Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih dapat kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian terjadi

gagal jantung kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena jugularis,

hepatomegali, edema tungkai dan kadang ascites.


Pemeriksaan Penunjang:

1. Pemeriksaan Radiologi

2. Pemeriksaan EKG


Penatalaksanaan

1. Konseling ( penyuluhan ).

2. Memperbaiki fungsi pernafasan dan pengobatan terhadap obstruksi kronis.

3. Memperbaiki fungsi jantung dan pengobatan gagal jantung kongestif.


Konseling

Memberikan edukasi agar pasien menghindari segala jenis polusi udara dan berhenti merokok. Memperbaiki ventilasi ruangan-ruangan dalam rumah. Latihan pernafasan dengan bimbingan ahli fisioterapi.


Memperbaiki Fungsi Paru

Selain upaya latihan pernafasan di atas, diperlakukan pemberian medikamentosa.


a. Bronkodilator

Aminofilin: Menghilangkan spasme saluran pernafasan Beta 2 adrenergik selektif (Terbutalin atau Salbutamol ). Berkhasiat vasodilator pulmoner, sehingga diharapkan dapat menambah aliran darah paru. Dosis obat diatas dapat dilihat di buku Farmakoterapi.


Mukolitik dan ekspektoran

Mukolitik berguna untuk mencairkan dahak dengan memecah ikatan rantai kimianya, sedangkan ekspektoran untuk mengeluarkan dahak dari paru.


c. Antibiotika

Pemberian antibiotika diperlukan karena biasanya kelainan parenkim paru disebabkan oleh mikro-organisme, diantaranya: Hemophylus influenzae dan Pneumococcus.

Dapat pula disebabkan oleh Staphylococcus dan bakteri Gram negatif seperti: Klebsiella. Idealnya, pemberian antibiotika disesuaikan dengan hasil kultur dahak. Sambil

menunggu hasil kultur, bisa diberikan antibiotika spectrum luas dalam 2 hari pertama.

Hemophylus influenzae, peka terhadap ampisilin, sefalospurin, kotrimoksazol.

Pneumococcus, peka terhadap golongan penisilin. Staphylococcus, peka terhadap metisilin, kloksasilin, flukoksasilin, dan eritromisin. Klebsiella, peka terhadap gentamisin, streptomisin dan polimiksin.


Oksigenasi

Peningkatan PaCO2 ( tekanan karbondiosida arterial ) dan asidosis pada penderita PPOM disebabkan tidak sempurnanya pengeluaran CO2 sehingga menimbulkan hipoksemia.

Hal ini dapat diatasi dengan pemberian oksigen 20-30 % melalui masker venturi. Dapat pula diberikan oksigen secara intermitten dengan kadar 30-50 % secara lambat 1-3 liter permenit.


Pengobatan

Pada gagal jantung kanan

Diuretika

Pemberian diuretika seperti furosemid atau hidroklorotiazid diharapkan dapat mengurangi kongesti edema dengan cara mengeluarkan natrium dan menurunkan volume darah. Sehingga pertukaran udara dalam paru dapat diperbaiki, dan hipoksia maupun beban jantung kanan dapat dikurangi.


Digitalis

Preparat digitalis ( digoxin, cedilanid dan sejenisnya ) perlu diberikan kepada penderita dengan Gagal Jantung kanan berat.


Pengelolaan Hipoksemia menurut Sykes ( 1976 ):


  1. Pemberian Antibiotika, diuretik, mukolitik dan obat bronkodilator sebagai tindakan dasar penyakit paru obstruktif menahun.

  2. Pada hipoksemia berat, perlu diberikan oksigenasi terkontrol dan menjaga agar tidak terjadi CO2 narkosis.

  3. Stimulan pernafasan ( seperti doksapram ) perlu diberikan pada penderita yang mengalami CO2 narkosis.

  4. Bila semua usaha di atas gagal, maka dilakukan pernafasan buatan dengan intubasi endotrakeal atau bila perlu trakeotomi dan pemasangan ventilator mekanik.


Prognosis

Prognosis Cor Pulmonale sangat jelek dikarenakan kerusakan parenkim paru yang berlangsung lama dan irreversible.Pengobatan bersifat simptomatis, karena pada umumnya kondisi penyakit sudah dalam fase lanjut.

Berdasarkan penelitian, angka kemungkinan masa hidupberkisar antara 18 bulan ( Flint) sampai 30, 8 bulan dengan angka kematian setelah 5 tahun mencapai 68 % (Stuart Harris

dan Ude)


Kesimpulan:

Angka kematian Cor Pulmonale masih tinggi. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menanggulangi PPOM yang menjadi dasar etio-patogenesis Cor Pulmonale.


Upaya Pencegahan.

Penderita dianjurkan berhenti merokok dan menghindarkan diri dari polusi udara, terutama di daerah tambang dan industri.Tak kalah penting adalah memperbaiki lingkungan tempat tinggal, dan bagi penderita tidak mampu sedapat mungkin

menghindari dan mengobati penyakit infeksi saluran nafas secara dini.


Referensi:

1. National Heart, Lung, and Bethesda, COPD, U.S.Department of Health, 2003.