Sabtu, 16 Agustus 2008

TETANUS

TETANUS


  1. Definisi

Tetanus (rahang terkunci (lockjaw) adalah penyakit akut, paralitik spatik yang disebabkan oleh tetanospasmin, neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani


  1. Etiologi

Clostridium Tetani adalah obligat anaerob pembentuk spora. Gram positif, bergerak, yang tempat tinggal (habitat) alamiahnya di seluruh dunia yaitu ditanah, debu dan saluran pencernaan berbagai binatang. Spora tetanus dapat bertahan hidup dalam air mendidih tetapi tidak didalam autoklaf, tetapi sel vegetatif terbunuh oleh antibiotik, panas dan desinfektan baku. Clostridium Tetani bukan organisme yang menginvasi jaringan, malahan menyebabkan penyakit melalui pengaruh toksin tunggal, tetanospasmin yang lebih sering disebut sebagai toksin tetanus. Toksin tetanus adalah bahan kedua yang paling beracun yang diketahui, hanya diunggulikekuatannya oleh toksin botulinum, dosis letal toksin tetanus diperkirakan 10-6­ mg/kg


  1. Epidemiologi

Tetanus terjadi diseluruh dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang berkembang, tetapi insidennya sangat bervariasi. Bentuk yang paling sering, tetanus neonatorum (umbilikus), membunuh sekurang-kurangnya 500.000 bayi setiap tahun karena ibu tidak terimunisasi. Lebih dari 70% kematian ini terjadi pada sekitar 10 negara Asia dan Afrika tropis. Lagi pula, diperkirakan 15.000 – 30.000 wanita yang tidak terimunisasi diseluruh dunia meninggal setiap tahun karena tetanus ibu yang merupakan akibat dari infeksi dengan Clostridium Tetani luka pascapartus, pascaabortus, atau pasca bedah.

Kebanyakan kasus tetanus non-neonatorum dihubungkan dengan jejas traumatis, sering luka tembus yang diakibatkan oleh benda kotor, seperti paku, serpihan, fragmen gelas, atau injeksi tidak steril, tetapi suatu kasus yang jarang mungkin tanpa riwayat trauma. Tetanus pasca injeksi atau obat terlarang menjadi lebih sering, sementara keadaan yang tidak lazim adalah gigitan binatang, abses (termasuk abses gigi), perlubangan cuping telinga, ulkus kulit kronis, luka bakar, fraktur komplikata, radang dingin (frosbite), gangren, pembedahan usus, goresan-goresan upacara, dan sirkumsisi wanita. Penyakit ini juga terjadi sesudah penggunaan benang jahit yang terkontaminasi atau sesudah injeksi intramuskuler obat-obata, paling menonjol kini untuk malaria falsiparum resisten-kloroquin.


  1. Patogenesis

Tetanus terjadi setelah pemasukan spora yang sedang tumbuh, memperbanyak diri dan menghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasi-reduksi rendah (Eh) tampak jelas yang terinfeksi­­­­. Plasmid membawa gena toksin, toksin dilepaskan bersama dengan sel bakteri vegetatif yang mati dan selanjutnya lisis. Toksin tetanus (dan toksin botulinum) adalah protein sederhana 150 kD yang terdiri atas rantai berat (100 kD) dan ringan (50 kD) yang digabung oleh ikatan fisulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan neuromuskuler dan kemudian diendoksitosis oleh saraf motoris, sesudahnya ia menglami pengangkutan akson retrograd ke sitoplasmin motoneoron-alfa. Pada syaraf stiatika kecepatan pengangkutan ternyata 3,4 mm/jam. Toksin keluar motoneuron dlam medula spinalis dan selanjutnya masuk interneuron penghambat spinal, dimana toksin ini menghalangi pelepasan neurotransmiter. Toksin tetanus dengan demikian memblokade hambatan normal otot antagonis yang merupakan dasar gerakan di sengaja yang terkoordinasi. Akibatnya, otot yang terkena mempertahankan kontraksi maksimalnya. Sistem saraf autonom juga dibuat tidak stabil pada tetanus.

Kekuatan toksin tetanus yang luar biasa adalah bersifat enzimatik. Rantai ringan toksin tetanus (dan beberapa dari toksin botulinum) adalah Zn2+ yang mengandung endoprotease yang substratnya adalah sinaptobrevin, suatu unsur pokok protein kompleks yang berkaitan yang memberi kesempatan vesikula sinaptik berfungsi dengan membran sel terminal. Rantai berat toksin mengandung daerah (dominan) pengikat.


  1. Patologi

Clostridium Tetani bukan organisme infasif dan sel vegetatif penghasil toksinnya tetap ditempat dimana ia masuk ke dalam luka, yang mungkin menampakkan atau tidak menampakan perubahan-perubahan lokal dan tercampur flora infeksius.


  1. Manifestasi Klinis

Tetanus mungkin terlokalisasi atau menyeluruh, yang terakhir ini lebih lazim. Priode inkubasi khas 2-14 hari, tetapi dapat selama berbulan-bulan sesudah jejas. Pada tetanus menyeluruh, trismus (spasme muskulus maseter atau “rahang terkunci”) merupakan gejala yang ada pada sekitar 50% kasus. Nyeri kepala,gelisah, dan iritabilitas merupakan gejala awal, sering disertai oleh kekakuan, sukar mengunyah, disfagia dan spasme otot leher.

Tetanus neonatus (tetanus neonatorum), bentuk infertil tetanus generalisata, khas nampak dalam 3-12 hari kelahiran sebagai makin sukar dalam pemberian makanan (yaitu, mengisap dan menelan), dengan disertai lapar dan menangis. Paralisis atau kehilangan gerakan, kekakuan pada sentuhan, dan spasme, dengan atau tanpa opistotonus, menandai penyakit. Sisa umbilikus dapat menahan sisa-sisa kotoran, kotoran sapi, darah beku atau serum, atau ia dapat tampak relatif benigna.

Tetanus terlokalisasi mengakibatkan spasme otot dekat tempat luka, nyeri dan dapat mendahului tetanus generalisata. Tetanus sefalika merupakan bentuk jarang tetanus terlokalisasi melibatkan muskulatur bulbar y ang terjadi akibat luka atau bend asing di kepala, lubang hidung, atau muka. Ia juga terjadi bersama dengan otitis media kronis. Tetanus sefalika ditandai oleh kelopak mata yang retraksi, penglihatan menyimpang, trismus, risus sardonikus, dan paralisis spatik otot lidah dan faring.


  1. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Gambaran tetanus merupakan salah satu gambaran yang paling dramatis dalam kedokteran, dan diagnosis dapat dibuat secara klinis. Kelompok khas adalah penderita yang tidak terimunisasi (dan/ atau ibu) yang terjejas atau dilahirkan dalam 2 minggu sebelumnya dan yang datang dengan trismus, otot-otot kaku yang lain, dan sensorium yang tidak terganggu.


  1. Pengobatan

Manajemen tetanus memerlukan pelenyapan Clostridium Tetani dan lingkungan luka yang sesuai denganmultiplikasi anaerobnya, neutralisasi semua toksin tetanus yang dapat di capai, mengendalikan kejang-kejang dan pernafasan, meringankan dan menyediakan perawatan pendukung yang sangat cermat, dan akhirnya, pencegahan kumat.

Pengirisan luka bedah dan debridemen sering dipelukan untuk membuang benda asing atau jaringan yang mati yang menciptakan pertumbuhan anaerob. Pembedahan harus dilakukan segera, setelah pemberian globuli imun tetanus (GIT) manusia dan antibiotik. Eksisi sisa umbilikus pada tetanus neonatorum tidak lagi di anjurkan.


  1. Komplikasi

Kejang-kejang dan paralisis tetanus kaku bertahan berat memberi kecenderungan penderita terhadap banyak komplikasi. Aspirasi sekresi dan psneumonia dapat mulai sebelum pemariksaan medik pertama diterima. Mempertahankan terbukanya jalan nafas sering mengharuskan intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik dengn resiko yang menyertainya, termasuk pneumothoraks dan emfisema mediastinum. Kejang-kejang dapat menyebabkan luka robekmulut dan lidah. Pada hematoma intramusculer atau rhabdomiolisis dengan mioglobinuria dan gagal ginjal, atau pada tulang panjang atau fraktur spinalis. Trombosis venosa, emboli pulmonal, ulserasi lambung dengan atau tanpa perdarahan,ileus paralitikus, dan ulserasi dekubitus merupakan bahaya terus menerus. Penggunaan relaksan terus-menerus, suatu bagian menyeluruh perawatan, dapat menghasilkan apnea iatrogenik. Aritmia jantung termasuk asistole, tekanan darah yang tidak stabil, dan pengaturan suhu yang tidak stabil menggambarkan pengendalian sistem syaraf autonom terganggu yang dapat di perburuk oleh kurang perhatian terhadap rumatan kebutuhan volume intravaskuler.


  1. Prognosis

Penyembuhan tetanus terjadi melalui regenerasi sinapsis dalam medula spinalis dan dengan demikian pengembalian relaksasi otot. Namun, karena episode tetanus tidak berakibat produksi antibodi penetralisasi toksin, imunisasi aktif dengan tetanus toksoid pada pemulangan dengan pemberian penyempurnaan seri pertamanya adalah suatu keharusan.

Faktor yang mempengaruhi hasil akhir yang paling penting adalah kualitas perawatan pendukung. Mortalitas paling tinggi pada anak yang amat muda dan pada orang yang amat tua. Prognosis yang paling baik dihubungkan dengan masa inkubasi yang lama, tanpa demam dan dengan penyakit terlokalisasi. Prognosis yang tiddak baik dihubungkan dengan antara jejas dan mulainya trismus seminggu atau kurang dan dengantiga hari atau kurang antara trismus dan spasme tetanus menyeluruh. Sekuele jelas otak hipoksik, terutama pada bayi, adalah serebral palsi, kemampuan mental yang menurun dan kesukaran perilaku. Kebanyakan kematiant terjadi dalam seminggu sakit. Angka kematian kasus yang dilaporkan untuk tetanusmenyeluruh berkisar antara 5% dan 35% dan untuk tetanus neonatorum meluas dari <10%>75% tanpa perawatan tersebut tetanus sefalik terutama mempunyai prognosis jelek karena kesukaran pernafasan dan pemberian makanan.

  1. Pencegahan

Tetanus adalah penyakit yang sepenuhnya dapat dicegah, kadar antibodi serum ≥0,01 U/mL dianggap protektif. Imunisasi aktif harus dimulai pada awal masa bayi dengan Vaksin gabungan tosoid difteri-toksoid tetanus-pertusis (DPT) pada usia 2, 4, dan 6 bulan, dengan booster [ada usia 4-6 tahun dan pada interval 10 tahun sesudahnya sampai dewasa dengan toksoid tetanus difteri (Td). Imunisasi wanita dengan toksoid tetanus mencegah tetanus neonatorum, dosis tunggal toksoid yang berisi 250 Lf unit mungkin aman diberikan pada trimester ketiga kehamilan dan memberi cukup antibodi transplasenta untuk melindungi anak atau sekurang-kurangnya 4 bulan. Untuk orang-orang umur 7 tahun atau lebih yang belum diimunisasi, seri imunisasi primer terdiri dari tiga dosis toksoid Td yang diberikan secara intramuskuler, yang kedua 4-6 minggu sesudah yang pertama dan yang ketiga 6-12 bulan sesudah yang kedua.

Cara-cara pencegahan tetanus pasca trauma terdiri dari menginduksi imunitas aktif terhadap toksin tetanus dan secara pasif memberi anti bodi antitoksin.



Referensi

Behrman, Kliegman, Arvin.1996. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC.

Rabu, 13 Agustus 2008

Aku Mengenal Diriku

Yazid ibnul Muhallab pergi dalam suatu perjalanan dengan ditemani anaknya,Muawiyah. Mereka lalu dijamu oleh seorang wanita Badui yang menyembelih kambing untuk keperluanjamuan itu.Seusai makan, Yazid bertanya pada kepada anaknya," Berapa uang yang kamu pegang?". Muawiyah menjawab," Seratus dinar.". Yazid berkata,"Berikan semuanya pada wanita itu." Muawiyah menjawab,"diakan wanita yang fakir, tentu mau menerima sedikit. Lagi pula dia tidak mengenal kedudukan ayah." Yazid lalu menjawab," kalau dia rela menerima sedikit, maka aku rela memberi banyak, dan kalau dia tidak mengenal aku, maka aku mengenal diriku."

Wanita Ada Tiga Macam

Umar ibnul Khattab r.a. berkata," Wanita ada tiga macam. Pertama, muslimah, mukminah, bertaqwa, ramah tamah, lemah lembut, membantu keluarga mengatasi beban dan kesulitan serta tidak pernah menyebabkan kesulitan baru. Tetapi yang demikian jarang terdapat. kedua, wadah untuk melahirkan saja dan tidak lebih dari itu. ketiga, belenggu diletakkan Allah untuk menjerat leher siapa yang Allah kehendaki.

Penguasa Yang Lemah

Seorang wanita tua menghadap Sultan Sulaiman al-Qanuni untuk mengadu bahwa tentara sultan mencuri ternak dombany ketika dia sedang tidur. Setelah mendengar pengaduan itu, Sultan Sulaiman berkata kepada wanita itu,"Seharusnya kamu menjaga ternakmu dan jangan tidur." Mendengar perkataan itu wanit itu menjawab," Saya mengira baginda menjaga dan malindungi kami sehingga aku tidur dengan aman."

Jumat, 23 Mei 2008

Jenis-Jenis Penyakit Hati (Hepar)

Jenis-Jenis Penyakit Hati (Hepar)

Hati (liver) merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. Sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.

Beberapa Penyakit Hati antara lain :

  • Penyakit hati karena infeksi (misalnya hepatitis virus) Yaitu ditularkan melalui makanan & minuman yang terkontaminasi, suntikan, tato, tusukan jarum yang terkontaminasi, kegiatan seksual, dll.

  • Penyakit hati karena racun (misalnya karena alkohol atau obat tertentu)
    Alkohol bersifat toksik terhadap hati. Adanya penimbunan obat dalam hati (seperti acetaminophen) maupun gangguan pada metabolisme obat dapat menyebabkan penyakit pada hati.

  • Genetik atau keturunan (misalnya hemochromatosis)

  • Gangguan Imun (misalnya hepatitis autoimun) Penyakit autoimun merupakan penyakit yang ditimbulkan karena adanya perlawanan terhadap jaringan tubuh sendiri. Pada hepatitis autoimun umumnya yang dilawan adalah sel-sel hati, sehingga terjadi peradangan yang kronis.

  • Kanker (misalnya Hepatocellular Carcinoma) Kanker hati dapat disebabkan oleh senyawa karsinogenik diantaranya aflatoxin, polyvinyl chloride (bahan pembuatan plastik), virus, dll. Aflatoxin merupakan racun yang diproduksi oleh Aspergillus flavus dan dapat mengkontamisani makanan selama penyimpanan, seperti kacang-kacangan, padi & singkong terutama pada daerah tropis. Hepatitis B dan C maupun sirosis hati dapat berkembang menjadi kanker hati.

Bentuk perhatian pada HATI dapat kita lakukan dengan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan penyakit hati

Beberapa penyakit hati yang umum terjadi dan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi :

HEPATITIS
Hepatitis adalah peradangan pada sel-sel hati. Virus merupakan penyebab hepatitis yang paling sering, terutama virus hepatitis A, B, C, D dan E. Pada umumnya penderita hepatitis A & E dapat sembuh, sebaliknya hepatitis B & C dapat menjadi kronis. Virus hepatitis D hanya dapat menyerang penderita yang telah terinfeksi virus hepatitis B dan dapat memperparah keadaan penderita.

Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk memastikan diagnosis hepatitis karena penderita hepatitis sering tidak bergejala atau gejala tidak khas.

Pemeriksaan untuk hepatitis akut :

  • Enzim GOT, GPT

  • Penanda hepatitis A (Anti HAV IgM)

  • Penanda hepatitis B (HBsAg, Anti HBc IgM)

  • Penanda hepatitis C (Anti HCV, HCV RNA)

  • Penanda hepatitis E (Anti HEV IgM)

Pemeriksaan untuk hepatitis kronis :

  • Enzim GOT, GPT

  • Penanda hepatitis B (HBsAg, HBe, Anti HBc, Anti HBe, HBV DNA)

  • Penanda hepatitis C (Anti HCV, HCV RNA)

Penanda imunitas :

  • Anti HAV

  • Anti HBsAg

SIROSIS HATI

Sirosis hati adalah keadaan penyakit yang sudah lanjut dimana fungsi hati sudah sangat terganggu akibat banyaknya jaringan ikat di dalam hati. Sirosis hati dapat terjadi karena virus Hepatitis B dan C yang berkelanjutan, karena alkohol, salah gizi, atau karena penyakit lain yang menyebabkan sumbatan saluran empedu. Sirosis tidak dapat disembuhkan, pengobatan dilakukan untuk mengobati komplikasi yang terjadi (seperti muntah dan berak darah, asites/perut membesar, mata kuning serta koma hepatikum).

Pemeriksaan untuk mendeteksi sirosis hati : Enzim GOT, GPT (rasio GOT/GPT > 1), Waktu Protrombin, Protein Elektroforesis

KANKER HATI

Kanker hati terjadi apabila sel kanker berkembang pada jaringan hati. Kanker hati yang banyak terjadi adalah Hepatocellular carcinoma (HCC). HCC merupakan komplikasi akhir yang serius dari hepatitis kronis, terutama sirosis yang terjadi karena virus hepatitis B, C dan hemochromatosis.

Pemeriksaan untuk mendeteksi kanker hati : AFP, PIVKA II

PERLEMAKAN HATI

Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak melebihi 5 % dari berat hati atau mengenai lebih dari separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati ini sering berpotensi menjadi penyebab kerusakan hati dan sirosis hati. Kelainan ini dapat timbul karena mengkonsumsi alkohol berlebih disebut ASH (Alcoholic Steatohepatitis), maupun bukan karena alkohol disebut NASH (Nonalcoholic Steatohepatitis).

Pemeriksaan pada perlemakan hati : Enzim GOT, GPT, Fosfatase Alkali

KOLESTASIS DAN JAUNDICE

Kolestasis merupakan keadaan akibat kegagalan memproduksi dan /atau pengeluaran empedu. Lamanya menderita kolestasis dapat menyebabkan gagalnya penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, K oleh usus, juga adanya penumpukan asam empedu, bilirubin dan kolesterol di hati.

Adanya kelebihan bilirubin dalam sirkulasi darah dan penumpukan pigmen empedu pada kulit, membran mukosa dan bola mata disebut jaundice. Pada keadaan ini kulit penderita terlihat kuning, warna urin menjadi lebih gelap, sedangkan faeces lebih terang.

Pemeriksaan untuk kolestasis dan jaundice : Fosfatase Alkali, Gamma GT, Bilirubin Total, Bilirubin Direk

HEMOCHROMATOSIS
Hemochromatosis merupakan kelainan metabolisme besi yang ditandai dengan adanya pengendapan besi secara berlebihan di dalam jaringan. Penyakit ini bersifat genetik/keturunan.

Pemeriksaan laboratorium untuk hemochromatosis : Transferin, Ferritin

TIPS bagi Penderita Penyakit Hati

- Diet seimbang. Jumlah kalori yang dibutuhkan disesuaikan dengan tinggi badan, berat badan, dan aktivitas. Pada keadaan tertentu diperlukan diet rendah protein

- Banyak makan sayur dan buah serta melakukan aktivitas sesuai kemampuan untuk
mencegah sembelit

- Menjalankan pola hidup yang teratur

- Konsultasi dengan dokter Anda

TIPS Mencegah Hepatitis

  1. Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan

  2. Menghindari penularan melalui makanan & minuman yang terkontaminasi, suntikan, tato, tusukan jarum yang terkontaminasi, kegiatan seksual, dll.

  3. Bila perlu menggunakan jarum yang disposable/sekali pakai

  4. Pemeriksaan darah donor tehadap hepatitis virus

  5. Program vaksinasi hepatitis B


DETERMINAN PERILAKU

DETERMINAN PERILAKU

Oleh : Iwan Matsum

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Sebelum kita membicarakan tentang perilaku kesehatan, terlebih dahulu akan dibuat batasan tentang perilaku itu sendiri. Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia.

  1. Tujuan

Adapun tujuan dari pada pembuatan makalah ini antara lain :

    • Memahami determinan prilaku

    • Mengetahui beberapa teori yang berhubungan dengan determinan perilaku

    • Mengetahui factor yang mempengaruhi prilaku seseorang maupun masyarakat

    • Menjelaskan tentang teori perubahan prilaku.



BAB II

DETERMINAN PERILAKU

  1. Konsep Umum

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia.

Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yakni :

  • aspek fisik

  • aspek psikis

  • aspek social.

Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi sikap dan sebagainya.

Gejala kejiwaan ditentukan oleh berbagai factor diantaranya :

  • factor prngalaman

  • keyakinan

  • sarana fisik

  • sosio budaya masyarakat.



  1. Teori yang berhubungan dengan determinan perilaku.

    1. Teori Laurence Green

Green menganalisis prilaku manusia dari tingkat kesehatan. Menurut Green kesehatan individu maupun masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :

      1. Factor perilaku (behaviour cause)

Prilaku dibentuk oleh 3 faktor antara lain :

        • Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

        • Faktor-faktor pendukung ( enebling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

        • Faktor-faktor pendorong (renforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Model ini dapat digambar sebagai berikut :

B = f (PF,EF,RF)

Dimana :

B = behaviour

PF = predisposing factors

EF = enebling factors

RF = reinforcing factors

f = fungsi

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya. (predisposing factor)

Atau barangkali juga karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas tempat mengimunisasikan anaknya ( enebling factor).

Sebab lain, mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain disekitarnya tidak pernah mengimunisasikan anaknya ( reinforcing factors).

      1. Factor diluar perilaku (non-behaviour cause)

    1. Teori Snehandu B. Kar

Kar menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari :

        • Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behaviour intention)

        • Dukungan social dari masyarakat sekitarnya (social-support)

        • Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan ( accessibility of information)

        • Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy)

        • Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).

Uraian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

B = f (BI, SS, AL, PA, AS)

Dimana :

B = behaviour

f = fungsi

BI = behaviour intention

SS = social support

AI = accessibility of information

PA = personal autonomy

AS = action situation.

Seorang ibu yang tidak mau ikut KB, mungkin karena ia tidak ada minat dan niat terhadap KB (behaviour intention), atau barangkali juga karena tidak ada dukungan dari masyarakat sekitarnya ( social support). Mungkin juga karena kurang atau tidak memperoleh informasi yang kuat tentang KB (accessibility of information), atau mungkin ia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan, misalnya harus tunduk kepada suaminya, mertuanya atau orang lain yang ia segani 9personal autonomy). Factor lain yang mungkin menyebabkan ibu ini tidak ikut KB adalah karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, misalnya alasan kesehatan (action situation)

    1. Teori WHO

Tim kerja dari WHO mengenalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berprilaku tertentu karena adanya 4 alasan pokok. yaitu :

  1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

  2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain.

  3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

  4. Nilai (value).

Pemikiran dan perasaan (thoughts and felling), yakni dalambentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).

    1. Pengetahuan

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya kena api. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya kena penyakit polio sehingga cacat, karena anak tetangganya tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio.

    1. Kepercayaan

Kepercayaan sering di peroleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.

      1. Sikap

Sikap mengambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan yang nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan yang telah disebutkan diatas.

    1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. Misalnya, seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin membewanya ke puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang sepeserpun sehingga ia gagal membawa anaknya ke puskesmas.

    2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit keras kerumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif terhadap RS, sebab ia teringat akan anak tetangganya yang meninggal setelah beberapa hari di RS.

    3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat kontrasepsi IUD mengalami perdarahan. Meskipun sikapnya sudah positif terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak mau ikut KB dengan alat kontrasepsi apapun.

    4. Nilai (value). Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat.

      1. Orang penting sebagai referensi

Perilaku orang lebih-lebih prilaku anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuatan cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya, maka gurulah yang menjadi panutan perilaku mereka. Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut kelompok referensi (reference group), antara lain guru, para ulama, kepala adapt (suku), kepala desa, dan sebagainya.

      1. Sumber-sumber daya (resource)

Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negative. Misalnya pelayanan puskesmas, dapat berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan puskesmas tetapi juga dapat berpengaruh sebaliknya.

      1. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan.

Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia. Kebudayaan atau pola hidup masyarakatdi sini merupakan kombinasi dari semua yang telah disebutkan diatas.

Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini.

Perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau latarbelakang yang berbeda-beda. Misalnya, alasan masyarakat tidak mau berobat kepuskesmas. Mungkin karena tidak percaya terhadap puskesmas, mungkin takut pada dokternya, mungkin tidak tahu fungsinya puskesmas, dan lain sebagainya.

Secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut :

B = f (TF, PR, R, C)

Di mana :

B = behaviour

f = fungsi

TF = thoughts and feeling

PR = personal reference

R = resources

C = culture

Disimpulkan bahwa prilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh pemikiran dan perasaan seseorang, adanya orang lain yang dijadikan referensi dan sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku dan kebudayaan masyarakat. Seseorang yang tidak mau membuat jamban keluarga, atau tidak mau buang air besar dijamban, mungkin karena ia mempunyai pemikiran dan perasaan yang tidak enak kalau buang air besar dijamban (thought and feeling). Atau barangkali karena tokoh idolanya juga tidak membuat jamban keluarga sehingga tidak ada orang yang menjadi referensinya (personal reference). Factor lain juga mungkin karena langkah sumber-sumber yang diperlukan atau tidak mempunyai biaya untuk membuat jamban keluarga (resource). Factor lain lagi mungkin karena kebudayaan (culture), bahwa jamban keluarga belum merupakan budaya masyarakat.

  1. Teori Perubahan Perilaku

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak.

Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerap-kan perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut.

  1. Health Belief Model

Model perilaku ini dikembangkan pada tahun 50an dan didasarkan atas partisipasi masyarakat pada program deteksi dini tuberculosis. Analisis terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat pada program tersebut kemudian dikembangkan sebagai model perilaku. Health belief Model didasarkan atas 3 faktor esensial ;

  1. Kesiapan individu intuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.

  2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.

  3. Perilaku itu sendiri.

Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan dengan sarana & petugas kesehatan.

Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, dan adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku akan memberikan keuntungan.

Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang di tawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomen-dasikan perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa.


  1. Konsep Perilaku


Sebelum kita membicarakan tentang perilaku kesehatan, terlebih dahulu akan dibuat batasan tentang perilaku itu sendiri. Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia.

Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah suatu kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Suatu mekanisme

pertemuan antara kedua faktor tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process). Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon) dan respons. Ia membedakan adanya 2 respons, yakni :

a. Respondent Respons atau Reflexive Respons

Adalah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-perangsangan semacam ini disebut eliciting stimuli karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap, misalnya makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Pada umumnya perangsangan-perangsangan yang demikian itu mendahului respons yang ditimbulkan. Respondent respons (respondent behaviour) ini mencakup juga emosi respons atau emotional behaviour. Emotional respons ini timbul karena hal yang kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan, misalnya menangis karena sedih atau sakit, muka merah (tekanan darah meningkat karena marah). Sebaliknya hal-hal yang mengenakkan pun dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya tertawa, berjingkat-jingkat karena senang dan sebagainya.

b. Operant Respons atau Instrumental Respons

Adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat suatu perilaku yang telah dilakukan. Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan kemudian memperoleh hadiah maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain responnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi. Didalam kehidupan sehari-hari, respons jenis pertama (responden respons atau respondent behaviour) sangat terbatas keberadaannya pada manusia. Hal ini disebabkan karena hubungan yang pasti antara stimulus dan respons, kemungkinan untuk memodifikasinya adalah sangat kecil. Sebaliknya operant respons atau instrumental behaviour merupakan bagian terbesar dari perilaku manusia dan kemungkinan untuk memodifikasi sangat besar bahkan dapat dikatakan tidak terbatas.

  1. Fokus teori Skinner ini adalah pada respons atau jenis perilaku yang kedua ini.

    1. Prosedur Pembentukan Perilaku

Seperti telah disebutkan diatas, sebagian besar perilaku manusia adalah operant respons. Untuk itu untuk membentuk jenis respons atau perilaku ini perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skinner adalah sebagai berikut :

a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.

b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud.

c. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.

d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen (perilaku) yang kedua, diberi hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi), demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk. Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki agar anak mempunyai kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur. Untuk berperilaku seperti ini maka anak tersebut harus :

  • Pergi ke kamar mandi sebelum tidur.

  • Mengambil sikat dan odol.

  • Mengambil air dan berkumur.

  • Melaksanakan gosok gigi.

  • Menyimpan sikat gigi dan odol.

  • Pergi ke kamar tidur.

Kalau dapat diidentifikasi hadiah-hadiah (tidak berupa uang) bagi masing-masing komponen perilaku tersebut (komponen diatas) maka akan dapat dilakukan pembentukan kebiasaan tersebut. Contoh tersebut di atas adalah suatu penyederhanaan prosedur pembentukan perilaku melalui operant conditioning. Didalam kenyataannya prosedur ini banyak dan bervariasi sekali dan lebih kompleks dari contoh tersebut diatas. Teori Skinner ini sangat besar pengaruhnya terutama di Amerika Serikat.

Konsep-konsep behaviour control, behaviour theraphy dan behaviour modification yang dewasa ini berkembang adalah bersumber pada teori ini.


  1. Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk 2 macam, yakni :

a. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi. Contoh lain seorang yang menganjurkan orang lain untuk

mengikuti keluarga berencana meskipun ia sendiri tidak ikut keluarga berencana. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa ibu telah tahu gunanya imunisasi dan contoh kedua orang tersebut telah mempunyai sikap yang positif untuk mendukung keluarga berencana meskipun mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung (covert behaviour).

  1. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada kedua contoh di atas, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua sudah ikut keluarga berencana dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata maka disebut overt behaviour. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung dan disebut covert behaviour. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respons seseorang terhadap stimulus (practice) adalah merupakan overt behaviour.


  1. Perilaku Kesehatan


Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai 2 unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau perangsangan. Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap) maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Sedangkan stimulus atau rangsangan disini terdiri 4 unsur pokok, yakni sakit & penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup :

a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit atau rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit atau sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni :

  • Perilaku sehubungan dengan peningkatan ddan pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour). Misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga, dan sebagainya.

  • Perilaku pencegahan penyakit (health preevention behaviour) adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepadaorang lain.

  • Perilaku sehubungan dengan pencarian penngobatan (health seeking behaviour), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantri, dokter praktek, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya).

  • Perilaku sehubungan dengan pemulihan kessehatan (health rehabilitation behaviour) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya).

b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.

c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour) yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita.

d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (enviromental health behaviour) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup :

  • Perilaku sehubungan dengan air bersih, ttermasuk didalamnya komponen, manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.

  • Perilaku sehubungan dengan pembuangan aiir kotor, yang menyangkut segi-segi higiene, pemeliharaan teknik, dan penggunaannya.

  • Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Termasuk didalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah yang sehat serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik.

  • Perilaku sehubungan dengan rumah yang seehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.

  • Perilaku sehubungan dengan pembersihan ssarang-sarang nyamuk (vektor) dan sebagainya.


Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Dengan demikian maka suatu rangsangan akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu.

Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Didalam suatu pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan, dan sebagainya. Susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia karena merupakan sebuah bentuk perpindahan dari rangsangan yang masuk menjadi perbuatan atau tindakan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan saraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron memindahkan energi-energi didalam impuls-impuls saraf. Impuls-impuls saraf indera pendengaran, penglihatan, pembauan, pengecapan dan perabaan disalurkan dari tempat terjadinya rangsangan melalui impuls-impuls saraf ke susunan saraf pusat.

Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda meskipun mengamati objek yang sama. Motivasi yang diartikan sebagai suatu dorongan untuk bertindak dalam rangka mencapai suatu tujuan, juga dapat terwujud dalam bentuk perilaku. Perilaku juga dapat timbul karena emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, yang pada hakekatnya merupakan faktor keturunan (bawaan). Manusia dalam mencapai kedewasaan semua aspek tersebut diatas akan berkembang sesuai dengan hukum perkembangan. Belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang dihasilkan dari praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan. Belajar adalah suatu perubahan perilaku yang didasari oleh perilaku terdahulu (sebelumnya). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku itu dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi 2, yakni

  • faktor intern.

Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Dari uraian di atas tampak jelas bahwa perilaku merupakan konsepsi yang tidak sederhana, sesuatu yang kompleks, yakni suatu pengorganisasian proses-proses psikologis oleh seseorang yang memberikan predisposisi untuk melakukan responsi menurut cara tertentu terhadap suatu objek.

  • ekstern


Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan

kesehatan (health related behavior) sebagai berikut :

a. Perilaku kesehatan (health behavior) yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya.

b. Perilaku sakit (illness behavior) yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan seorang individu yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk disini kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap kesehatan / kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya. Saparinah Sadli (1982) menggambarkan individu dengan lingkungan social yang saling mempengaruhi didalam suatu diagram. Keterangan :

a. Perilaku kesehatan individu; sikap dan kebiasaan individu yang erat kaitannya dengan lingkungan.

b. Lingkungan keluarga; kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga mengenai kesehatan.

c. Lingkungan terbatas; tradisi, adat-istiadat dan kepercayaan masyarakat sehubungan dengan kesehatan.

d. Lingkungan umum; kebijakan-kebijakan pemerintah dibidang kesehatan, undang-undang kesehatan, program-program kesehatan, dan sebagainya.


Setiap individu sejak lahir terkait didalam suatu kelompok, terutama kelompok keluarga. Dalam keterkaitannya dengan kelompok ini membuka kemungkinan untuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-anggota kelompok lain. Oleh karena pada setiap kelompok senantiasa berlaku aturan-aturan atau norma-norma sosial tertentu maka perilaku tiap individu anggota kelompok berlangsung didalam suatu jaringan normatif. Demikian pula perilaku individu tersebut terhadap masalah-masalah kesehatan.

Kosa dan Robertson mengatakan bahwa perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan dan kurang berdasarkan pada pengetahuan biologi. Memang kenyataannya demikian, tiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil tindakan penyembuhan atau pencegahan yang berbeda meskipun gangguan kesehatannya sama. Pada umumnya tindakan yang diambil berdasarkan penilaian individu atau mungkin dibantu oleh orang lain terhadap gangguan tersebut. Penilaian semacam ini menunjukkan bahwa gangguan yang dirasakan individu menstimulasikan dimulainya suatu proses sosial psikologis. Proses semacam ini menggambarkan berbagai tindakan yang dilakukan si penderita mengenai gangguan yang dialami dan merupakan bagian integral interaksi sosial pada umumnya. Proses ini mengikuti suatu keteraturan tertentu yang dapat diklasifikasikan dalam 4 bagian, yakni :

a. Adanya suatu penilaian dari orang yang bersangkutan terhadap suatu gangguan atau ancaman kesehatan. Dalam hal ini persepsi individu yang bersangkutan atau orang lain (anggota keluarga) terhadap gangguan tersebut akan berperan. Selanjutnya gangguan dikomunikasikan kepada orang lain (anggota keluarga) dan mereka yang diberi informasi tersebut menilai dengan kriteria subjektif.

b. Timbulnya kecemasan karena adanya persepsi terhadap gangguan tersebut. Disadari bahwa setiap gangguan kesehatan akan menimbulkan kecemasan baik bagi yang bersangkutan maupun bagi anggota keluarga lainnya. Bahkan gangguan tersebut dikaitkan dengan ancaman adanya kematian. Dari ancaman-ancaman ini akan menimbulkan bermacam-macam bentuk perilaku.

c. Penerapan pengatahuan orang yang bersangkutan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah kesehatan, khususnya mengenai gangguan yang dialaminya. Oleh karena gangguan kesehatan terjadi secara teratur didalam suatu kelompok tertentu maka setiap orang didalam kelompok tersebut dapat menghimpun pengetahuan tentang berbagai macam gangguan kesehatan yang mungkin terjadi. Dari sini sekaligus orang menghimpun berbagai cara mengatasi gangguan kesehatan itu, baik secara tradisional maupun modern. Berbagai cara penerapan pengetahuan baik dalam menghimpun berbagai macam gangguan maupun cara-cara mengatasinya tersebut merupakan pencerminan dari berbagai bentuk perilaku.

d. Dilakukannya tindakan manipulatif untuk meniadakan atau menghilangkan kecemasan atau gangguan tersebut. Didalam hal ini baik orang awam maupun tenaga kesehatan melakukan manipulasi tertentu dalam arti melakukan sesuatu untuk mengaatasi gangguan kesehatan. Dari sini lahirlah pranata-pranata kesehatan baik tradisional maupun modern.


Referensi :


  • Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. 2006. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.

  • Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

Sabtu, 17 Mei 2008

Hakikat Sistem Demokrasi

Hakikat Sistem Demokrasi

Sistem demokrasi di negara manapun selalu mencerminkan paling tidak dua
hal:

(1) Kedaulatan rakyat;

(2) Jaminan atas kebebasan umum.

1. Kedaulatan rakyat.

Demokrasi identik dengan jargon “dari rakyat-oleh rakyat-untuk rakyat”. Secara teoretis memang demikian. Justru di sinilah pangkal persoalan demokrasi, khususnya jika dilihat dari sudut pandang ajaran Islam yang hanya mengakui “kedaulatan Hukum Syariah (Hukum Allah)”. Dalam demokrasi, rakyat (manusia) diberi kewenangan penuh untuk membuat hukum, termasuk membuat hukum yang bertentangan dengan aturan-aturan Allah (syariah). Inilah yang terjadi di negara-negara yang menerapkan demokrasi, termasuk Indonesia. Padahal dalam Islam, hanya Allah yang berhak menetapkan
hokum (Lihat: QS an-An‘am [6]: 57), yakni dengan memberikan kewenangan
kepada penguasa (khalifah) untuk mengadopsi hukum dari al-Quran dan as-Sunnah,
dengan didasarkan pada ijtihad yang benar.

Adapun secara praktis, kedaulatan rakyat sebetulnya hanyalah ‘lipstik’. Faktanya, di Indonesia sendiri, yang berdaulat bukanlah rakyat, tetapi para elit wakil rakyat, termasuk elit penguasa, yang bahkan sering dipengaruhi oleh kepentingan para pemilik modal atau negara-negara asing. Tidak aneh jika banyak UU atau keputusan yang merupakan produk lembaga wakil rakyat (DPR) maupun Presiden yang juga langsung dipilih oleh rakyat sering bertabrakan dengan kemauan rakyat. Betapa sering kebijakan Pemerintah yang diamini para wakil rakyat justru didemo oleh rakyat sendiri.

2. Jaminan atas kebebasan umum.

Pertama: kebebasan beragama. Intinya, seseorang berhak meyakini suatu gama/ keyakinan yang dikehendakinya tanpa tekanan atau paksaan. Dia berhak pula meninggalkan agama dan keyakinannya, lalu berpindah pada agama atau keyakinan baru.

Kedua: kebebasan berpendapat. Intinya, setiap individu berhak mengembangkan pendapat atau ide apapun dan bagaimanapun bentuknya tanpa tolok ukur halal-haram.

Ketiga: kebebasan kepemilikan. Intinya, seseorang boleh memiliki harta (modal) sekaligus mengembangkannya dengan sarana dan cara apa pun. Di Indonesia, pihak asing bahkan diberikan kebebasan untuk menguasai sumberdaya alam milik rakyat, antara lain melalui UU Migas, UU SDA, UU Penanaman Modal, dll.

Keempat: kebebasan berperilaku. Intinya, setiap orang bebas untuk berekspresi, termasuk mengekspresikan kemaksiatan seperti: membuka aurat di tempat umum, berpacaran, berzina, menyebarluaskan pornografi, melakukan pornoaksi, melakukan praktik homoseksual dan lesbianisme, dll.

Jelaslah, hakikat sistem demokrasi menjauhkan hukum Allah dan menanamkan liberalisasi.

Dampak Buruk Sistem Demokrasi

Dampak paling buruk dari penerapan sitem demokrasi tentu saja adalah tersingkirnya aturan-aturan Allah (syariah Islam) dari kehidupan masyarakat. Selama lebih dari setengah abad, negeri yang notabene berpenduduk mayoritas Muslim ini menerapkan sistem demokrasi. Selama itu pula syariah Islam selalu dicampakkan. Segala upaya untuk memformalkannya dalam negara selalu dihambat, baik pada masa Orde Lama, Orde Baru hingga Orde Reformasi saat ini.

Dampak buruk lainnya antara lain sebagai berikut:

Pertama, akibat kebebasan beragama: muncul banyak aliran sesat di Indonesia. Sejak 2001 hingga 2007, sedikitnya ada 250 aliran sesat yang berkembang di Indonesia. (Waspada.co.id, 1/11/07). Para penganut aliran-aliran tersebut seolah dibiarkan begitu saja oleh Pemerintah tanpa dikenai sanksi yang tegas.

Kedua, akibat kebebasan berpendapat: muncul ide-ide liberal seperti pendapat yang mengatakan bahwa syariah Islam, misalnya, jika diterapkan, akan mengganggu stabilitas, mengancam kemajemukan, menimbulkan disintegrasi, dll. Mereka yang berpendapat demikian, yang jelas-jelas melecehkan Islam, juga dibiarkan tanpa pernah bisa diajukan ke pengadilan. Itulah yang terjadi, khususnya di Indonesia saat ini, sebagaimana sering disuarakan oleh kalangan liberal.

Ketiga
Akibat kebebasan kepemilikan: banyak sumberdaya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh individu, swasta atau pihak asing. Sejak tahun 60-an Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UU No. 6/1968). UU ini memberikan peluang kepada perusahaan swasta untuk menguasai 49 persen saham di sektor-sektor milik publik, termasuk BUMN. Tahun 90-an Pemerintah kemudian mengeluarkan PP No. 20/1994. Isinya antara lain ketentuan bahwa investor asing boleh menguasai modal di sektor-sektor milik publik, termasuk BUMN, hingga 95 persen. Kini, pada masa yang disebut dengan ‘Orde Reformasi’ privatisasi dan liberalisasi atas sektor-sektor milik publik semakin tak terkendali. Minyak dan gas, misalnya, yang seharusnya menjadi sumber utama pendapatan negara, 92%-nya sudah dikuasai oleh asing.

Keempat, akibat kebebasan berperilaku: Tersebarluasnya pornografi dan pornoaksi. Laporan kantor berita Associated Press (AP) menyebutkan, Indonesia berada di urutan kedua setelah Rusia yang menjadi surga bagi pornografi. (Republika, 17/7/03). Sudah banyak bukti, pornografi-pornoaksi memicu perilaku seks bebas. Berdasarkan sebuah penelitian, sebagian remaja di 4 kota besar Indonesia pernah melakukan hubungan seks, bahkan hal itu mereka lakukan pertama kali di rumah! (Detik.com, 26/1/05).

Khatimah

Dari paparan di atas, jelas bahwa sebagai negeri yang berpenduduk mayoritas Muslim, sebetulnya Indonesia harus malu; malu karena justru demokrasi yang dipuja-puji oleh pihak lain pada faktanya hanya memproduksi banyak keburukan.

Karena itu, belum saatnyakah kita mencampakkan demokrasi yang terbukti buruk dan menjadi sumber keburukan? Belum saatnyakah kita segera beralih pada aturan-aturan Allah, yakni syariah Islam, dan menerapkannya secara total dalam seluruh aspek kehidupan? Belum tibakah saatnya kita bertobat dan segera menyambut seruan Allah:

Bersegeralah kalian menuju ampunan dari Tuhan kalian dan menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa? (QS Ali Imran [3]: 133).